Tampilkan postingan dengan label Kolom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kolom. Tampilkan semua postingan

Sabtu, Mei 22, 2010

Inikah yang Kaum Sekuler Inginkan???






Musibah yang melanda negri ini begitu bertubi-tubi, yang paling panas untuk dibahas adalah lembaga trias politika negri ini disesaki oleh maling dan sistem pemerintahan yang buruk. Hal ini sudah terjadi sejak rezim sekulerisme demokrasi terpimpin ala Soeharto. Memang dari hari ke hari peraturan semakin diperketat untuk menumpas para maling tersebut, namun rasanya selama ini semua peraturan tersebut hanya bersifat tambal sulam yang munafik sehingga terjadi kasus menumpas yang satu melahirkan yang tiga.

Betapa lelah rakyat menghadapi musibah ini, demi tegaknya demokrasi mereka rela mengorbankan darah, keringat dan air mata. Semua ini dilakukan demi tegaknya kalimat “suara rakyat adalah suara Tuhan”

Musibah maling berdasi bisa dikatakan masih jauh dari selesai, namun negri ini dilanda musibah baru. Artis hot mulai mencalonkan diri untuk duduk di pemerintahan. Sebut saja Julia Perez menjadi calon Wakil Bupati (cawabup) Pacitan, Inul calon Cabup, Malang, dan, Ayu Azhari Cawabup Sukabumi, kini, giliran Maria Eva, penyanyi dangdut yang pernah tersandung kasus ‘video mesum’ dengan mantan anggota dewan Yahya Zaini ini mencalonkan diri menjadi Cabup Kabupaten Sidoarjo.

Tentu jika orang memiliki akal yang waras dan mental yang sehat tidak akan mau dipimpin oleh pelacur-pelacur tersebut. Janganlah merasa kecewa, inilah kenyataan yang harus kita bayar jika menjunjung tinggi sekulerisme yang di mana kita mengabaikan hukum-hukum Tuhan demi tegaknya kesejahteraan sosial menurut manusia itu sendiri. Kesombongan seperti apa yang ada dalam jiwa kita sehingga kita mengabaikan hukum-hukum Tuhan dan ramai-ramai berembuk membuat hukum sendiri sesuai nafsu kita?
KUHP&KUHAP atau Syariah Islam?

Pada umumnya alasan kaum Islam sekuler lebih memilih KUHP&KUHAP karena meriki berfikir Syariat Islam merupakan budaya bangsa Arab yang tidak cocok untuk Indonesia, lagipula masyarakat Indonesia bersifat bersifat majemuk (tidak semuanya Islam). Alasan sesungguhnya adalah karena mereka takut dan tidak mencintai jika berdirinya Syariah Islam.

Kenapa mereka takut? Kareana mereka munafik. Kenapa mereka munafik? Kerena mereka tidak mencintai Islam secara keseluruhan bahkan dengan berani kaum Islam sekuler mengatakan Syariah Islam itu budaya arab, tidak cocok untuk Indonesia sehingga mereka berani melemahkan Al-Qur’an(syariah islam) demi kesejahteraan masyarakat non-islam. Segitu bodohkah mereka? Apakah mereka tidak mengetahui bagaimana Umar memimpin negri sehingga rakyat non-islam pun mencintai dirinya? Entahlah yang mungkin adalah mereka lebih tertarik kitab-kitab plato, aristotels, karl marx,george washington, bahkan mereka bisa menangis tersedu jika membaca biografi Obama dibanding biografi Syeh Ahamad Yasin.

Sekuler adalah bodoh

Masih ingat apa yang manusia ucapkan setelah mengaku Islam? Mereka mengatakan dulu aku Jahiliyah(bodoh), kini aku meyakini islam dan keluar dari kejahiliyahan. Salahkah jika penulis mengatakan orang yang meyakini islam namun dia membuang sebagian ajaran islam dengan julukan setengah bodoh? Sudikah kalian yang kaum islam sekuler mengatakan dengan lantang aku ini sekuler maka aku ini setengah bodoh.?

Kesimpulan

Pada akhirnya sekuler sendiri yang akan menjadi tombak kehancuran bangsa jika sekulerisme tetap diagungkan. Karena pada hakikatnya dalam proses demokrasi sekuler jika seseorang ingin menjabat pemerintahan yang dibutuhkan adalah popularitas(banyaknya suara) dan modal kampanye( asalakan populer dan bermodal bisa jadi pemimpin, perampokpun mungkin bisa jadi pemimpin asal populer dan bermodal) . Hal ini berbeda dengan system musyawarah Islam yang bertitik pada kualitas bukan popularitas. “Jadi biarlah suara Tuhan tetap Suara Tuhan”.
Jadi bagaimana dengan teman-teman???

Selasa, Maret 30, 2010

Membanting Demokrasi



Masyarakat dunia banyak yang memilih demokrasi sebagai landasan negara. Karena demokrasi dianggap dapat menjawab semua persoalan kenegaraan, sesuai dengan slogannya, “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Namun apa benar retorika tersebut dapat menjawab semua persoalan? Apakah benar demokrasi itu sempurna?

Suara rakyat adalah suara Tuhan

Ahli filsafat pasti pandai beretorika. Mereka berniaga demokrasi menggunakan nama rakyat. Di mana permasalahannya? Saya fokus pada subjek, objek, sekaligus predikatnya, maksud saya adalah “rakyat”.

Dalam suatu tatanan demokrasi setiap permasalah akan dijawab dengan voting. Sesuai dengan slogan lainnya yaitu, “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Namun apa benar suara rakyat bisa disamai dengan kesempurnaan suara Tuhan?

Mari kita membahas masalah kekurangan voting dengan mengambil contoh. Misal, dalam sebuah rumah terdapat sepuluh orang penghuni yang sedang mencoba memecahkan suatu masalah. Masalahnya adalah apakah di dalam rumah tersebut diperbolehkan praktik mesum/zina? Lalu mereka menyelesaikannya dengan voting, tujuh orang penghuni mengizinkan praktik mesum karena selama ini memang merekalah yang ahli mesum, sedangkan suara yang tiga lainnya pasti kalah. Pastinya rumah tersebut menjadi rumah mesum. Jika ditinjau dari sudut budaya Indonesia, kemanusiaan, sopan-santun, asusila, apalagi agama sudah pasti keputusan tersebut adalah salah.

Begitu juga dengan pemilihan presiden, voting merupakan cara yang salah. Apalagi jika diterapkan di negara minim pendidikan alias bodoh, maka hasil voting adalah hasil kebodohan. Sesuai dengan pendapat Sudjiwo Tedjo, “ Presiden dan rakyat adalah jodoh, jika presidennya penipu maka rakyatnya adalah ahli tipu(penipu dan korban penipuan).

Kekurangan lainnya dalam pemilu demokrasi adalah rawannya money politik, dan pembodohan-pembodohan lainnya. Karena para calonnya adalah para penjual untuk kursi yang kekuatannya muncul dari money power dan kelicikan.

Sosok seperti apakah yang pantas jadi pemimpin? Seorang pemimpin adalah orang yang cakap, bijaksana, tegas, rendah diri, takut pada Tuhan dan di dalam hatinya terbesit perasaan tidak mau jadi presiden karena khawatir dengan tanggung jawab tapi akan bekerja keras jika diangkat jadi president.

Musyawarah

Lalu dengan cara apa masalah bisa terpecahkan? Masyarakat Indonesia jauh lebih dewasa dimasa lalu daripada hari ini. Masyarakat Indonesia telah mengenal musyawarah sejak dulu, maka dari itu musyawarah tertulis dalam pancasila, tepatnya sila ke_4 yaitu, …..permusyawaratan……Harap kita bisa membedakan antara demokrasi dengan musyawarah. Demokrasi mengedepankan voting sedangkan musyawarah adalah merembukan masalah hingga terciptanya hasil yang mufakat(adil, jelas, tegas, dan memiliki nilai toleransi bagi suara minoritas). Jelas bukan? Musyawarah adalah suatu cara yang paling matang.

Maka kita sebagai orang timur mulailah berhenti mendewakan pemikiran-pemikiran filsuf barat. Karena sesungguhnya awal muncul kebudayaan dan pemikiran yang matang adalah dari timur. Maka banggalah kamu menjadi orang timur.

Demokrasi atau voting bukanlah jawaban untuk memecahkan masalah kerakyatan, melainkan rakyat akan menjadi sejahtera jika kita mau bermusyawarah dengan hati yang bersih untuk rakyat.