Senin, Februari 28, 2011

Sumbu X dan Sumbu Y

Dia tersesat dan semua orang hanya melihat

Tidak ada yang menyapa dan tidak ada yang menuntun

Kasihan betul anak yatim itu, tidak ada yang membimbing sejak kecil

Halte menjadi ruang kelasnya.

Debu adalah dosennya, awan hitam sebagai pembimbingnya dan petir menjelma sebagai Rektornya. Meski dia telah belajar banyak dari kekasihnya yang hitam pekat si gadis desa oksidan besi tua, namun dia tetap tersesat. Padahal dia memandang langsung betapa hancurnya hidup si orang di balik jas dan sedan mewah yang sering marah-marah dengan istri nya di depan cafe mahal dekat halte tempat dia bernaung. Sedangkan pamannya yang entah paman dari mana hidupnya selalu senyum walaupun hari ini istrinya hanya memasak hidangan palsu.

Setiap malam ia bernyanyi dengan gitarnya yang hanya satu senar. Nyanyian cinta akan rindu berbalut luka. Memanggil-manggil ayahnya berharap pulang walau sudah dipanggil Tuhan.

“Tuhan Oh Tuhan bawa ayahku pulang”, adalah syiair favorit nya yang akan dimainkan pada fret pertama dengan setengah nada dan tempo yang tidak beraturan bersama tarikan suara yang dimulai dari Do, tapi bukan Do, lebih mirip Re, tapi juga bukan Re apalagi jika dikatakan Mi lebih tidak mungkin. Siapa tega melihat anak berusia 8 tahun harus tinggal di pinggir halte bersama gitar mungilnya yang hanya terdapat satu senar?

Ia tidak pernah mau berterima kasih pada matahari yang tidak kenal hati terus membakar di siang hari padahal ia tak punya uang untuk membeli segelas minuman. Entah berapa kali ia diperas preman kejam yang tidak pernah mau tahu bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membeli senar agar gitarnya menjadi dua senar berharap merdu didengar sehingga para pendengar lebih bermurah hati memberikan beberapa keping uang receh atau seminimalnya segelas minuman. Bahkan juga tidak terhitung berapa kali ia disodomi oleh preman-preman tersebut di gubuk kosong pinggir rel kreta api seberang halte yang menjadi rumah utamanya. Ia hanya berterima kasih pada debu, awan hitam dan petir yang telah membimbingnya.

Malam sudah tiba, tubuh yang koyak dan lelah harus diistirahatkan. Setelah mengalami penyiksaan dari panas matahari yang masa bodoh akan panasnya, asap sedan sombong yang meraung-raung merobek paru-paru dan seluruh isinya serta akan rasa perih yang masih menggelepar di lobang anus setelah didorong-dorong paksa para preman-preman itu. Tapi malam ini ia tidak mau menangis, sudah terlalu bosan untuk menangis meskipun tertawa juga enggan.

Dalam hati si yatim berdoa, “Wahai debu, awan dan petir yang agung, jadikanlah tidurku malam ini merupakan tidur yang terindah.”.

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Ayam berkokok tanda pagi menjelang. Sarapan roti dan susu hangat sudah pasti menjadi sajian. Mandi yang bersih dan berangkat ke lokalisasi untuk minta setoran sama “Mami” hasil keuntungan semalam. Jangan lupa minta kado ulang tahun seorang anak kecil untuk pelampias hasrat dari satu minggu yang tak terbayar. Seharusnya kemarin malam dia mengeksekusi lubang anus anak tersebut, karena pesta ulang tahunnya tadi malam. Tapi apa boleh buat minuman-minuman itu membawa ia terbang melayang-layang diantara batas realita dan fantasi sehingg membuat ia tak mampu berdiri apalagi mendorong-dorong pinggang hingga puluhan kali.

Perjalanan panjangnya adalah hasil bimbingan, debu, awan hitam dan petir. Meskipun malam itu dia bermimpi Tuhan mendatanginya dan berkata, “Cari aku pada sumbu Y, jika kamu terus menembus sumbu X sesungguhnya kamu tidak akan pernah bertemu ayahmu.”.

3 komentar:

  1. Kasian amat cuma satu doank senarnya..
    Beliin sono..
    Hahahaha..

    BalasHapus
  2. mampir malam sobat,, :D maaf baru bisa hadir karena banyak tugas yang numpuk,, hehehe.. happy blogging,, :)

    BalasHapus
  3. @ari:hehehe...duitnya mana?
    @kumpulan puisi: ya...gk apa2 gan...selamat menunaikan tugas

    BalasHapus

Jadilah Yang Pertama berkomentar