Minggu, September 07, 2014

Pepes Manusia Berbungkus Besi Kereta

Terlihat seperti tidak ada rasa khawatir dalam hati Arif Ramadhan (33) menjadi menumpang kereta Commuterline pada pagi hari itu dari Cibonong sampai Sudirman tanpa berpegangan pada benda apapun. Bukan lantaran tubuhnya bisa menancap seperti paku di atas lantai kereta. Sehingga tahan dari guncangan pada setiap belokan, perhentian, atau ketika kereta kembali melaju. Tapi memang pegangan-pegangan yang tergantung di setiap gerbong sudah penuh oleh tangan penumpang yang lain. Bahkan besi-besi penyanggah kursi pun tak luput dari tangan-tangan itu.


Kereta Commuterlinen KRL Jabodetabek
Suasana Penumpang KRL Jakarta - Bogor 2014

“Tidak mungkin jatuh badan saya ini. Bergerak saja rasanya tidak mungkin karena kereta pasti penuh sesak setiap berangkat pagi dan pulang di sore hari. Tidur, sambil berdiri saja saya pernah. Mudah, tinggal bersandar saja pada orang lain,” kata pria beranak dua ini.

Arif mengaku sudah terbiasa dengan kondisi kereta yang seperti itu. Termasuk harus mandi keringat akibat tidak efektif lagi kemampuan pendingin ruangan dalam kereta yang harus bersaing dengan panasnya suhu tubuh ratusan penumpang di dalamnya. Sebab, selama lima tahun terakhir ini, dirinya gemar naik kereta Commuterline sebagai alat transportasi penunjang kegiatan ekonominya.

“Tidak enak memang ketika sampai kantor, kemeja yang kita pakai sudah lecek dan basah oleh keringat. Tapi, itu pintar-pintar kita saja bagaimana merapihkannya kembali ketika sampai kantor. Masa saya harus ganti jadi naik motor dari Cibinong sampai Sudirman cuma gara-gara tidak mau keringatan,” ujarnya.

Meski begiti Arif berharap ada perubahan pada wajah pelayanan kereta Commuterline agar dirinya bisa menikmati pendingin ruangan kereta setiap berangkat dan pulang kerja. Seperti janji para pemangku jabatan ketika kereta ekonomi dihapuskan. Atau setidaknya ia bisa meraih pegangan tangan saat berdiri di dalam kereta.

“Kemarin kereta ekonomi dihapus supaya masyarakat pindah ke kereta Commuterline janjinya ada AC yang bisa dinikmati. AC memang ada, tapi masih lebih dingin AC alam versi kereta ekonomi ternyata. Saya berharap ada perbaikan pada masalah itu, karena kita yang naik kereta ini tidak menyumbang macet dibanding orang-orang yang menggunakan kendaraan pribadi. Saya kira seharusnya ada perhatian lebih pada orang-orang seperti kita,” tuturnya.

Penumpang Commuterline lainnya, Felicia Fey (24) sangat paham dengan pengalaman di atas. Katanya, selama tiga tahun penuh ia mengandalkan Commuterline sebagai perjalannya dari kampus di tanah Abang menuju rumahnya di Tangerang dan sebaliknya.  “Desak-desakan kaya ikan pepes sih memang sudah pasti. Tapi mau bagaimana lagi, kan kita harus sampai kampus secepat mungkin agar tidak telat. Terlebih jika ada ujian,” ujarnya.

Penderitaan Felicia akan semakin parah jika hujan datang. Ia mengaku hafal betul jika langit menurunkan hujan sudah pasti perjalanan kereta Commuterline mengalami gangguan signal. Sehingga kereta terpaksa berhenti atau mogok di tengah jalan.

“Kita semua dempet-dempetan tanpa ruang gerak bisa sampai 45 menit kalau kereta sedang mogok akibat gangguan signal. Sedangkan pintu kereta juga tidak bisa dibuka. Kalau bisa dibuka, saya mungkin loncat saja cari transportasi yang lain,” kata Felicia.

Ia menambahkan sudah pasti dirinya mempersiapkan keyakinan ekstra ketika masuk peron saat cuaca sedang mendung. Pasalnya ia dapat menebak jika hujan turun saat perjalanan maka kereta Commuterline pasti mogok. Akhrinya hanya sikap pasrah yang bisa dilakukan.

“Setahu saya semua penumpang yang menuju Tangerang dari Tanah Abang itu sudah kalau hujan, kereta pasti mogok. Kalau sudah begitu saya terpaksa siap-siap bathin untuk sampai pulang ke rumah jauh lebih malam. Kalau besoknya ada ujian, ya sudah pasrah saja, tidak perlu belajar lagi. Badan sudah capek mau langsung tidur saja,” kata perempuan yang kini bekerja di agency kehumasan ini.

Nasib yang sama juga dirasakan Indah Novita Sari (25) yang bekerja di bilangan Pluit, Jakarta Utara sebagai teller di bank swasta. Ia mengaku menjadi manusia pepes di kereta Commuterline membuat dirinya kerap mengalami pelecehan sexual.  Begitu seringnya, ia sampai mewajari perihal tersebut. Bukan lantaran jadi menikmati, namun kemampuan untuk melawan juga sulit.

“Setiap pagi dan sore hari ya sudah pasti saya jadi manusia pepes di dalam kereta mulai dari Bojongsari, Bogor sampai Stasiun Kota, Jakarta Utara. Itu menderita banget, bukan cuma kaki ke injek-injek. Kadang saya juga pinggangnya dipegang-pegang sama orang bahkan ada yang badannya sengaja mepet-mepet. Itu memuakkan sekali. Tapi mau bagaimana juga, kalau sudah overload seperti itu gak bisa ditebak siapa pelakunya,” tutur perempuan yang akrab disapa Sari ini.

Penderiaan Sari Tidak sampai disitu. Ia mengaku pernah mendapat surat peringatan dari perusahaan akibat telat sampai kantor sebanyak tiga kali pada bulan yang sama. Hal itu terjadi karena kereta datang tidak tepat waktu. Pasalnya banyak kereta yang tertahan di Stasiun Manggarai.

“Kereta terlambat sampai tujuan itu bukan cuma karena mogok saja. Tapi juga karena antrian kereta keluar atau masuk di Manggarai suka bikin telat. Nah, saya pernah kedapatan kereta antri panjang sampai tiga kali dalam sebulan. Akhirnya saya malah kena surat peringatan,” ujarnya.

Tidak lebih beruntung pengalaman Mochammad Syaeful Amri (26) yang menyandang predikat sebagai mahasiswa komunikasi di Jakarta Selatan ini. Pengalamannya menjadi manusia pepes membuatnya difitnah sebagai copet. Fatalnya, tuduhan itu datang dari penjaga gerbong kereta itu sendiri.

“Saya dituduh copet sama petugas yang di dalam kereta. Akhirnya diturunkan paksa di Stasiun Tanjung Barat. Sumpah, demi Tuhan saya tidak nyopet,” tutur Amri.

Setelah turun dari kereta, ia langsung dibawa ke ruang pemeriksaan di Stasiun Tanjung Barat untuk diinterogasi. Ia terus menjelaskan bahwa dirinya mahasiswa yang sedang berangkat kuliah. Bahkan agenda kampus saat itu sedang diselenggarakan Ujian Akhir Semester (UAS).

“Akhirnya saya tinggal tas di kantor Stastiun Tanjung Barat sebagai jaminan saya akan balik lagi. Saya harus lakukan itu karena mau ujian. Setelah ujian ya saya datang lagi ke sana untuk melanjutkan interogasi,” ujar Amri.

Ia menceritakan pada akhirnya para petugas termasuk komandan keamanan di stasiun tersebut percaya bahwa dirinya bukan copet. Namun tetap menjengkelkan dituduh sebagai copet padahal sedang berangkat kuliah untuk menempuh ujian. Telebih pelaku salah tuduh itu sendiri merupakan petugas kereta yang seharusnya bisa melayani penumpang dengan baik.

“Pengalaman itu akan saya ingat seumur hidup. Sudah dipepes dalam kereta, dituduh copet sama petugas, dan berakhir di ruang ujian dengan tidak tepat waktu. Namun, untungnya waktu diteriaki copet sama petugas, saya tidak dipukuli massa,” tegas Amri.

Kesininya Amri  mencoba berpikir terbalik. “Mungkin tingkat kecurigaan petugas juga jadi semakin tinggi ketika kereta padat itu. Barangkali, karena kereta terlalu penuh itulah yang membuat petugas jadi asal fitnah. Karena sebetulnya pada saat itu juga tidak ada copet sama sekali,” kata Amri.

Pakar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Ganda Upaya menilai jika fenomena manusia pepes dalam kereta terus terjadi, dampaknya masyarakat akan menganut nilai sosial yang menyimpang. Pasalnya situasi yang tidak manusiawi tersebut tidak boleh ditoleransi. Sedangkan suatu peristiwa yang terjadi secara terus-menerus akan menjadi lumrah bagi masyarakat.

“Akhirnya pelecehan sexual, pencopetan dan menjadi manusia pepes di dalam kereta itu sendiri dianggap lumrah oleh masyarakat. Kalau sudah masuk tahap itu disebutnya telah terjadi penyimpangan nilai sosial yang dianut. Jelas menyimpang, kondisi yang tidak manusiawi bisa dianggap lumrah,” katanya.

Ganda menekankan agar masyarakat bisa ambil sikap. Hal tersebut bisa dilakukan dengan aksi demonstrasi menuntut perbaikan pelayanan kereta. Namun, sulit juga dilakukan aksi itu jika masyarakat pengguna kereta tidak bersatu padu.

“Masyarakat juga terlalu pasif dan hanya meementingkan diri sendiri. Jadi untuk menyampaikan protes pada pelayanan yang tidak manusiawi itu rasanya sulit. Seharusnya mereka bersatu untuk melakukan aksi agar pemerintah segera ambil kebijakan yang dapat memperbaiki kualitas pelayanan. Nah, sifat pasif dari masyarakat itu yang membuat pihak Commuterline dan pemerintah tetap tenang saja melihat manusia pepes,” ujarnya.

Ganda sendiri menilai angkutan kereta yang manusiawi itu harus memenuhi syarat pelayanan yang bisa membuat manusia merasa nyaman, aman, dan sampai tujuan tepat waktu. “Kalau semua itu tidak terpenuhi jelas tidak manusiawi. Dan sekali lagi masalah ini sudah kronis mengingat masyarakat sendiri mulai mewajarinya,” tuturnya.

Hal senada disampaikan pengamat transportasi dari Yayasan Pamflet Firman Suryani yang menilai menjadi manusia pepes di dalam kereta merupakan penghinaan entitas kemanusiaan. Padahal, selama ini masyarakat sangat memberi kepercayaan pada kereta api sebagai alat mobilisasi. Namun sayang, baik pihak operator maupun pemerintah tidak menghargai kepercayaan itu.

“Masyarakat percaya kereta merupakan alat transportasi yang murah meriah untuk perjalanan yang jauh dari Bogor sampai Jakarta. Tapi pemerintah tidak memberi apresiasi itu dengan memanusiawikan mereka. Karena faktanya kepercayaan masyarakat dibayar dengan cara menjadikannya manusia pepes,” katanya.

Firman mengatakan jika pihak Commuterline tidak melakukan perubahan, bisa dibilang mereka telah melakukan pembiaran kejahatan sexual di dalam kereta. Dengan begitu pihak operator sebetulnya terus memanggul dosa sosial atas pelayanan yang buruk. Jika pemerintah juga tidak ambil sikap, maka pemerintah juga telah melakukan pembiaran praktik yang tidak manusiawi itu.

“Saya kira bisa dibilang pemerintah dan operator itu sama-sama menikmati pelecehan sexual, pencopetan, dan menjadikan manusia pepes. Kalau mereka tidak menikmati itu, ya harusnya ada perubahan. Pemerintah juga punya banyak uang untuk menambah jalur dan gerbong kan,” tuturnya.
Pihak Communterline mengakui padatnya kereta Commuterline Jabodetabek memang selalu terjadi dalam kereta setiap pagi dan sore hari itu. Pasalnya, Commuterline mengangkut sekitar 600.000 orang setiap hari. Namun, sebagian besarnya menumpuk saat pagi dan sore hari.

“Jumlah pengguna Commuterline itu sampai 600.000 orang per hari. Tapi sebetulnya pergerakan orang di Jakarta itu tidak banyak atau relatif kecil. Sebab kalau siang hari hanya 20.000 orang saja, sisanya itu menumpuk pada pagi dan sore hari. Jadi dengan menambah gerbong saja sebetulnya bukan jawaban yang efektif,” kata Direktur Utama PT KAI Commuter Jakarta (KCJ) Tri Handoyo
pada HARIAN NASIONAL, Selasa (1/4).

Handoyo mengatakan jumlah penumpang saat ini menunjukan pertumbuhan dua kali lipat di banding tahun 2008. Hal itu menunjukan semakin tingginya minat masyarakat untuk menggunakan kereta api. Dan sudah seharusnya pertumbuhan tersebut dibarengi dengan penambahan gerbong-gerbong.

“Agar kereta Commuterline bisa lebih manusiawi kita sudah coba benahi dengan menambah fasilitas gerbong. Sejak tahun 2009 sampai sekarang kita sudah beli 488 kereta bekas untuk menjawab masalah itu. Tapi kenyataanya memang tidak efektif juga,” kata Handoyo.

Permasalah sesak itu disebabkan jumlah penumpang di setiap gerbong sampai 200 orang per hari. Padahal Peraturan Menteri (PM) No: 9/2004 mengenai standar pelayanan minimal angkutan KA menyatakan jumlah penumpang dalam tiap gerbong di kereta Commuterline maksimal 125 orang. Ia menjelaskan untuk memperbaiki maslaah itu itu pihaknya telah merogoh kas sebesar Rp 488 miliar. Pasalnya harga gerbong bekas itu sepersepuluhnya dari harga baru. Penambahan gerbong-gerbong itu dilakukan juga untuk mengantisipasi adanya kereta mogok.

“Saya juga tahu kalau kereta suka mogok, itu biasanya akibat kereta kepanasan. Makanya kami beli banyak kereta-kereta supaya kalau ada yang mogok segera ganti dengan cadangan. Nah memang manajemen kereta cadangan ini masih sulit juga diterapkan,” ujarnya.

Lebih jauh Handoyo mengaku pihaknya tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah sedikit pun. Selama ini subsidi yang dikeluarkan sepenuhnya untuk penumpang. Sedangkan untuk operator yang semestinya dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan sama sekali nihil.

“Adanya cuma subsidi sebesar Rp 4 ribu untuk penumpang. Jadi penumpang tinggal bayar Rp 5 ribu saja per tiket. Cuma itu subsidinya, dan buat kita tidak ada. Semua beli gerbong, bangun stasiun, perawatan, itu kita tidak dibantu pemerintah. Dan kita tidak mengeluh,” kata Haryono.

Pria yang hampir tidak pernah menggunakan kereta Commuterline ini justru menunjuk pemerintah agar dapat menyelesaikan masalah tersebut. Pasalnya pada jalur-jalur Commuterline di Jabodetabek sebagiannya harus berbagi dengan kereta antar kota. Hal itu juga yang membuat frekuensi perjalanan jadi minim.

“Kalau jalur-jalur kita tidak join dengan kereta antar kota, frekuensi keberangkatan bisa bertambah. Jadi penumpang tidak harus sesak-sesakan karena keretanya banyak yang lewat dan tidak lama menunggu. Juga bisa lebih cepat karena jalurnya tidak perlu ganti-gantian,” katanya.

Perlu diketahui, berdasarkan data yang diterima HARIAN NASIONAL, pada tahun 2012 lalu pihak PT KCJ mendapat aliran permodalan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku induk perusahaan sebesar Rp230,5 miliar. Hasilnya PT KCJ berhasil mencatat kas terakhir sebesar Rp 2,579 miliar. Sedangkan nilai aset yang belum dieliminasi mencapai Rp 440,281miliar.

Dari sisi pendapatannya sendiri, PT KCJ telah membukukan nilai pendapatan setahun mencapai Rp 390,537 miliar pada tahun 2012. Angka itu  berasal dari pendapatan angkutan penumpang dan pendapatan operasi lainya. Sedangkan laba bersih yang berhasil dibukukan mencapai Rp 50,512 miliar.

Dari sejumlah pendapatan yang berhasil diterima, PT KCJ baru mampu menambah 90 unit gerbong pada tahun 2012 kemarin. Namun batu 30 unit saja bisa digunakan setelah mendapat sertifikasi. Namun, direncanakan hingga tahun 2019 mendatang PT KCJ akan memiliki 1.440 gerbong yang dapat beroperasi.

Catatan: Artikel ini pernah terbit di koran Harian Nasional

1 komentar:

  1. How to play baccarat? - UrbanWire
    Baccarat is 인카지노 one of worrione the most popular casino games to ever be found in the United States, and it's been around for 메리트 카지노 more than

    BalasHapus

Jadilah Yang Pertama berkomentar