Selasa, April 28, 2015

Tarik Ulur Kereta Cepat


Anggaran diminta menggunakan murni swasta.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hermanto Dwiatmoko mengatakan tidak ada pelarangan rencana pembangunan kereta cepat atau Shinkansen. Tapi tidak akan menggunakan uang dari Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN).

Menurut dia, alokasi kas negara untuk membangun jalur kereta api reguler. Saat ini pemerintah akan fokus konstruksi rel kereta di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan sudah terbentuk jaringan kereta di wilayah itu.



Stasiun KRL Rawa Buntu, Tangerang Selatan.
Stasiun Rawa Buntu, Tangerang Selatan.

“Kami masih fokus membangun jalur di luar Pulau Jawa. Tapi Shinkansen juga tidak dilarang asal murni dana swasta,” kata Hermanto di Jakarta, Jumat (24/4).

Ia menilai, hasil studi kelayakan kereta berkecepatan sekitar 400 kilometer per jam itu menunjukkan ada potensi keuntungan secara bisnis. Terbukti investor asing, terutama Jepang dan China terus mengharapkan persetujuan konstruksi. Tapi belum ada keputusan pemenangan tender. Rencana pembangunan juga masih butuh penerbitan Peraturan Presiden (Perpres).

Menurut dia, konstruksi kereta Shinkansen harus memenuhi standar teknis meliputi struktur rel, teknologi, keamanan, dan izin operasi perusahaan. Tidak menutup kemungkinan investor mengelola jalur tersebut. Tapi harus mendirikan perusahaan berbendera nasional terlebih dahulu.

“Kami juga harus tahu tarif Shinkansen. Masalah ini penting untuk menjamin kemampuan penumpang. Kalau lebih mahal dari pesawat jelas tidak laku,” ujarnya.

Kemenhub mencatat saat ini ada dua rencana pembangunan Shinkansen. Pertama rute Jakarta-Bandung dengan  perkiraan investasi sebesar Rp 56 triliun. Waktu tempuh perjalanan antardua kota hanya sekitar 34 menit. Kedua, rute Jakarta-Surabaya dengan investasi Rp 150 triliun. Penumpang bisa menempuh perjalanan hanya 3,5 jam.

“China memang sudah menjalin kesepakatan dengan Presiden tapi kita belum tahu. Bisa jadi Jepang maju lebih dulu. Saya kira masih lama menuju tender, banyak hal yang harus diselesaikan,” tuturnya.

Kepala Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia (KAI) Agus Komarudin mengatakan tidak akan terlibat pada pembangunanShinkansen. Biaya pembangunan terlalu mahal sedangkan masyarakat umum belum membutuhkan.

KAI lebih fokus menggarap pembangunan jalur kereta di Sumatera dan Kalimantan. Saat ini kebutuhan perjalanan penumpang dan barang di wilayah itu sangat mendesak. Secara bisnis juga lebih menguntungkan untuk dioperasikan.

“Untuk membangun kereta Sumatera saja masih kekurangan dana pinjam sana-sini. Kita mau percepat konstruksi di daerah itu terlebih dahulu,” katanya.

Ia menyatakan tidak ada masalah pada kepengelolaan Shinkansen melalui operator asing. Segmen pelayanan kereta memiliki banyak perbedaan karakteristik. Kereta cepat lebih khusus melayani penumpang kelas elit.

“Sebaiknya memang swasta privat yang mengelola Shinkansen kalau jadi. Kita cukup fokus transportasi rakyat karena fungsi BUMN memang menstimulus perekonomian mereka,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pembangunan Shinkansen tidak penting untuk mendongkrak perekonomian nasional. Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kereta itu tidak mendesak.

Ia menilai, isi Perpres khusus Shinkansen harus menjamin tidak ada pengalokasian anggaran dari APBN. Penugasan khusus menggunakan kas BUMN juga dilarang. Sumber pendanaan harus 100 persen menggunakan investasi swasta privat.

“Saya kira haram dana BUMN dan APBN terlibat pada proyek itu. Negara harus punya prioritas pembangunan pada sektor yang lebih bermanfaat,” ujarnya.

Ia menilai, perekonomian nasional sedang membutuhkan peningkatan kereta angkutan barang. Tujuannya meredam ongkos logistik nasional. Saat ini sudah sangat mahal sebesar 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand sudah mampu menekan hingga di bawah 20 persen dari PDB.

“Kita masih kekurangan angkutan sawit, batubara, dan komoditas lain di luar daerah. Saya kira pembangunan kereta barang lebih penting secara nasional,” katanya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo meminta pemerintah membatalkan kesepakatan pembangunanShinkansen dengan Jepang atau China.  Transportasi Indonesia tidak membutuhkan pelayanan itu. Dapat dipastikan proses konstruksi hanya menimbulkan masalah sengketa lahan dan keterisian penumpang tidak ada.

Pemerintah masih bisa mengubah kesepakatan dengan mengganti orientasi pembangunan pada jalur kereta reguler angkutan barang dan penumpang di luar Pulau Jawa. Saat ini masyarakat daerah tidak pernah mendapat pelayanan tersebut. Dampaknya kegiatan perekonomian lokal terisolir antardaerah.

“Kesepakatan Shinkansen boleh disebut blunder. Jelas harus ditolak karena tidak ada yang butuh. Jangan jadi proyek akal-akalan,” ujarnya.

Ia menilai, perkeretaapian pulau Jawa juga masih butuh pengembangan. Terbukti kapasitas perjalanan selalu terbatas setiap menjelang musim mudik. Masalah itu harus cepat diselesaikan sebelum lebih parah dari tahun ke tahun.

“Di depan mata kita jelas terlihat masalah keterbatasan kereta saat Lebaran. Kenapa bukan itu yang dibenahi lebih dulu,” ujarnya.

*Artikel pernah terbit di Harian Nasional dengan judul Shinkansen Masih Butuh Perpres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jadilah Yang Pertama berkomentar